Thursday, January 23, 2014

AL-QUR’AN BAGI KEHIDUPAN MANUSIA



                Setiap muslim wajib mengetahui dan memahami bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Al-Qur’an Al-Karim adalah untuk menjelaskan segala permasalahan kahidupan manusia sekaligus  menjadi solusi bagi problem tersebut.
                Al-Qur’an adalah pedoman bagi individu dan aturan untuk masyarakat, karena ia adalah manhaj praktis yang isinya mencakup aturan dasar yang fundamental untuk kehidupan seseorang. Baik hubungannya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan alam semesta, dengan diri pribadi, keluarga, tetangga, masyarakat, sesama muslim maupun dengan non muslim.

1. Hubungan manusia dengan Alllah Subhanahu wa Ta’ala.
Bahwa seorang mukmin wajib menyembah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak melakukan kemusyrikan Kepada-Nya, (lihat QS: Az-Zumar: 11-15). Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa Allah adalah pencipta langit dan bumi, agar manusia bisa mengenal  nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Allah yang menciptakan tujuh langit dan dari (penciptaan) bumi juga serupa. Perintah Allah berlaku kepadanya, agar kamu mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS: At-Talaq:12). “Apabila manusia mengenal Allah  Subhanahu wa Ta’ala, maka penghambaannya akan tertuju kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menciptakan alam semesta ini. Karena tujuan diciptakannya manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya.” (QS: Azzariyat: 56). “Pengabdian manusia itu tergambar pada pelaksanaan ibadah shalat, zakat, puasa Ramadan, haji, zikir dan tasbih di waktu pagi dan petang. Seorang hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang beriman tidak akan menjadi seorang yang munafik yang apabila datang perintah shalat, mereka malas mengerjakannya dan mereka shalat hanya untuk mendapat pujian dari orang lain (riya) dan mereka  sedikit sekali berzikir kepada-Nya.” (QS: An-Nisa’: 142).

2.  Hubungan  manusia dengan alam semesta
Bahwa manusia memperhatikan serta memikirkan alam semesta agar memperoleh hidayah (petunjuk) dan mengakui bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah ciptaan dan rekayasa Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". (QS: Yunus: 101).
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu?” (Al-A’raf: 185).
Manusia sebagai khalifah di muka bumi harus menyadari  bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan alam semesta ini untuk dimanfaatkan dan dimakmurkan dan tidak boleh dirusak dan dieksploitasi semaunya saja, dan agar manusia menegakkan keadilan. (QS: Al-Jatsiyah: 13, Luqman: 20, Al-Baqarah: 30, Hud: 61).

3. Hubungan  manusia dengan kehidupan dunia.
Seorang muslim harus menjadikan kehidupan dunia sebagai sarana untuk menuju kehidupan akhirat dan tidak menjadikan dunia sebagai tujuan akhir dari kehidupan. Seorang muslim bekerja untuk kehidupan dunianya seolah-olah ia akan hidup selamanya, dan ketika ia beribadah untuk akhirat seolah-olah ia  akan meninggalkan dunia ini  esok hari. Dengan demikian ia akan memperoleh dua kebaikan dan mendapat dua kebahagian, (QS: Al-A’raf: 32, Al-Mulk: 15, Al-Baqarah: 201, Al-Qashas: 77). Seorang muslim akan hidup dengan manhaj wasathiyah di antara kehidupan yang hanya mencari materi duniawi (hedonisme) melupakan akhirat dan kehidupan yang hanya terfokus untuk akhirat dengan melupakan bagiannya di dunia dengan kata lain mengharamkan apa  yang dihalalkan Allah untuk mereka.

4. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Manusia harus mengoptimalkan kemampuannya untuk mencari kebenaran, melakukan aktifitas yang baik, berjihad melawan kebatilan dan hegemoni kekuasaan. Ia harus menyeimbangkan  kemampuan intelektual ilmiahnya dengan kecerdasan spritual ruhaniahnya. Dengan demikian berarti dia mampu menggabungkan kecerdasan intelektualnya dengan tazkiyatun nafsi (zuhud).

5. Hubungan manusia dengan keluarga.
Yaitu hubungan seorang suami dengan isteri, (QS: Ar-Rum: 21, Al-Baqarah: 187, 228), anak dengan orang tuanya, (Al-Isra’: 23-24, Luqman: 15) di mana Al-Qur’an mengatur hubungan anak dengan orang tua dengan aturan yang indah dan mengagumkan. Kemudian sebaliknya hubungan antara orang tua dengan anaknya, (QS: A-Isra’: 31, Al-Furqan: 74). Keluarga dalam pandangan al-Qur’an adalah keluarga secara luas tidak hanya terbatas pada ibu bapak dan anak-anak saja, akan tetapi juga mencakup hubungan dengan paman, bibi dan keluarga terdekat, (QS: Al-Anfal: 75).

6. Hubungan manusia dengan tetangga
Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan bahwa setelah menyembah-Nya dan tidak menyekutukannnya dengan sesuatu apapun, adalah berbuat baik kepada orang tua, karib kerabat, anak yatim, fakir miskin, tetangga terdekat dan tetangga jauh dan lainnya:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS: An-Nisa’: 36). Inti dari hubungan tersebut didasari kepada adab yang mulia dalam bergaul dengan mereka, seperti  adab berbicara, berjalan, duduk, berkunjung, dan lain-lain. (QS: Al-Furqan: 63, Luqman: 18-19, Al-Mujadalah: 11, An-Nur: 27, 28, 30, 31).

7. Hubungan sesama muslim
Yaitu hubungan dengan saling menasihati, menghormati, memberi, mengajak kepada yangg ma’ruf dan mencegah yang munkar, berjihad fi sabilillah, (QS: Ali Imran: 104, At-Taubah: 71). Seorang muslim harus mengangkat pemimpin dari kalangan muslim sendiri dan tidak boleh mengangkat pemimpin dari kalangan orang kafir, (QS: Al-Mumtahanah: 1, Al-Maidah: 55-56).

8. Hubungan dengan non muslim
Seorang muslim boleh bergaul dan harus berbuat baik dan berlaku adil dengan non muslim selama mereka tidak mengganggu, tidak memerangi dan mengusir kaum muslimin dari negeri mereka:
“Allah tidak melarang kamu berbuat dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang yang zalim.” (QS: Al-Mumtahanah: 8-9).

Narasumber : Alwizar, MA
Murobbi Ma’had Al-Jami’ah dan dosen Fakultas Tarbiyah